TUNTUNAN IBADAH HAJI
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabaatnya dan para pengikutnya.
Hukum Haji
Hukum menunaikan ibadah haji adalah wajib bagi yang mampu dengan kesepakatan kaum muslimin, serta fardhu kifayah bagi kaum muslimin tiap tahunnya. Diantara dalil dari Al Qur’an adalah firman Allah ta’ala,
قال الله تعالى: وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً [آل عمران : ٩7]
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah . [Al Imran/3: 97]
Adapun dalil dari As Sunnah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Islam dibangun atas lima perkara: Syahadat bawasanya tida ada sesembahan yang haq kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji, dan puasa di bulan Ramadhan.
Syarat Wajib Haji
Diwajibkan haji bagi seseorang jika telah terpenuhi lima syarat: Islam, berakal, baligh, merdeka dan mampu. Yang disebut mampu adalah orang yang mampu melaksanakannya baik secara fisik maupun materi. Seperti mampu untuk berkendaraan, memiliki bekal yang cukup menempuh perjalannya serta meninggalkan nafkah yang cukup untuk anak, istri serta siapa saja yang menjadi tanggungannya. Jika mampu secara harta sedang fisiknya tidak, seperti karena tua ataupun sakit menahun maka boleh diwakilkan yang lainnya[2]. Dan untuk wanita ditambah syarat wajibnya dengan adanya mahram yang menemaninya untuk berhaji. Berdasar sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, Tidaklah seorang wanita bersafar kecuali dengan disertai mahram, dan janganlah seorang laki-laki masuk (berkhalwat) dengannya kecuali disertai mahram.
Keutamaan Haji
Haji memiliki keutamaan yang besar dan pahala yang besar pula. Diantaranya sebagaimana dalam hadist, Tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali Jannah[4]. Aisyah radhiyallahu anha pernah berkata, Kita melihat jihad adalah amalan yang paling utama, apakah kita (kaum wanita) tidak berjihad? Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Bagi kalian ada jihad yang lebih baik dan paling bagus yaitu haji mabrur.
Miqat Haji
Secara bahasa miqat adalah batasan. Adapun secara istilah adalah tempat ibadah atau waktunya. Untuk haji ada dua miqat yaitu miqat zaman (waktu) dan miqat makan (tempat). Miqat zaman untuk haji yaitu bulan Syawal, Dzulqa’dah dan 10 hari awal Dzulhijjah, Allah berfirman,
قال الله تعالى: الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ [البقرة : 1٩7]
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi , barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats , berbuat fasik dan berbantah bantahan di dalam masa mengerjakan haji. [Al Baqarah/2: 197]
Adapun miqat makani yaitu batasan yang tidak boleh dilewati bagi orang yang mau berhaji kecuali sudah dalam keadaan berihram. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan miqat-miqat tersebut, sebagaimana hadist Ibnu Abbas dia berkata, Rasulullah telah menetapkan bagi penduduk Madinah (miqatnya adalah) Dzul Hulaifah, Juhfah untuk penduduk Syam, Qorn Manazil untuk penduduk Nejed, dan Yalamlam bagi penduduk Yaman dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Tempat-tempat tersebut adalah miqat bagi penduduknya dan bagi yang datang dari arah bagi mereka yang ingin menunaikan haji. Adapun bagi yang kurang dari itu maka silahkan berihram dari tempat yang ia inginkan, sampai penduduk Mekah berihram dari Mekah. Dalam hadist yang lain disebutkan, Dan miqat penduduk ‘Iraq adalah Dzatul ‘Irq.
Tatacara Berihram
Rangkaian pertama dari ibadah haji adalah berihram, yaitu niat masuk pada manasik haji. Sebelum berihram disunnahkan melakukan beberapa hal berikut:
Mandi[8].
Memotong hal-hal yang disunnahkan untuk dipotong seperti kuku, kumis, bulu ketiak dan lainnya.
Memakai minyak wangi (dibadan).
Bagi laki-laki hendaknya memakai pakaian yang tidak berjahit sebagai persiapan ihram, karena setelah ihram diharamkan pakaian yang berjahit untuk laki-laki.
Tidak ada shalat sunnah khusus sebelum ihram. Hanya saja jika bertepatan dengan waktu shalat fardhu hendaknya berihram setelahnya.
Jika telah persiapan telah selesai maka hendaknya berihram. Lalu perbanyak membaca talbiyah, bagi laki-laki disunahkan mengangkat suaranya. Bacaan talbiyah:
” لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ, لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَك لَبَّيْكَ, إنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَك, وَالْمُلْكَ لَا شَرِيكَ لَك “
Aku memenuhi panggilan-Mu untuk menunaikan ibadah umrah. Aku menjawab panggilan-Mu ya Allah, aku menjawab panggilan-Mu, aku menjawab panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku menjawab panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kekuasaan hanya milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu
Macam-macam Haji
Diperbolehkan memilih satu diantara tiga bentuk haji yaitu: tamattuk, qiran dan ifraad.
Tamattuk: Berihram untuk umrah di bulan Haji, lalu menyelesaikan manasik umrahnya (dengan bertahalul). Kemudian berihram untuk haji pada tahun itu pula.
Ifraad: Berihram untuk haji saja sejak dari miqat dan tetap dalam keadaan ihram sampai selesai manasik hajinya.
Qiran: Berihram untuk haji dan umrah secara bersamaan.
Baca Juga Haji dan Dzikir
Larangan Ihram
Ada beberapa hal yang dilarang bagi orang yang berihram, yaitu:
1. Menghilangkan rambut dari tubuh, baik dengan memotong, mencukur atau mencabutnya tanpa udzur syar’i. Allah berfirman,
قال الله تعالى: وَلاَ تَحْلِقُواْ رُؤُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ [البقرة : 1٩6]
dan jangan kamu mencukur kepalamu , sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. [Al Baqarah/2: 196]
2. Memotong kuku atau memendekannya.
3. Menutup kepala bagi laki-laki.
4. Memakai pakaian berjahit bagi laki-laki. Berdasar sabda Rasulullah saat ditanya tentang pakaian apa yang dipakai orang yang berihram, beliau bersabda, Tidak boleh mengenakan jubah, imamah, kemeja, celana,… dst[11]. Adapun untuk perempuan boleh memakai pakaian apa saja yang menutupi aurat mereka, kecuali wajah dan kedua telapak tangan[12].
5. Memakai wewangian.
6. Membunuh binatang buruan. Allah berfirman,
قال الله تعالى: { وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُماً } [ المائدة : ٩6]
Dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. [Al Ma’idah/5: 96]
7. Melakukan akad nikah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Tidak boleh seorang yang berihram menikah atau dinikahi[13].
8. Berhubungan suami istri. Allah berfirman,” Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats” [Al Baqarah/2: 196]. Ibnu Abbas mengatakan, Rafats adalah jima'. Hendaknya pula seorang yang muhrim mengindari hal-hal yang mengarah ke hal tersebut seperti bercumbu dengan istri, memegang dengan syahwat dan lainnya.
Yang Dilakukan Oleh Seorang yang Berihram
Hendaknya seorang yang muhrim sedikit berbicara kecuali dalam hal-hal yang bermanfaat. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaknya berkata yang baik atau diam. Hendaknya menyibukkan diri dengan talbiyah, dzikrullah, qiraatul qur’an, amar ma’ruf dan nahi munkar dan hal-hal lainnya yang bermanfaat. Karena sesungguhnya ia sedang dalam keadaan ihram, dan dalam ibadah yang agung, dan akan mendatangi tempat-tempat yang disucikan dan waktu-waktu yang berbarakah.
Saat Sampai di Mekah
Jika telah sampai Mekah maka bagi yang berhaji Tamattuk melaksanakan manasik umrah (thawaf dan sa’i) lalu bertahalul jika telah selesai. Jika telah bertahalul maka sudah dihalalkan apa-apa yang diharamkan saat ihram seperti memotong rambut, kuku dan lainnya. Dan ia tetap seperti itu (tidak dalam keadaan ihram) sampai hari tarwiyah (8 Dzulhijjah) lalu berihram untuk haji. Sedang yang berhaji Qiran dan Ifraad maka sesampainya di Mekah hendaknya melakukan thawaf qudum. Jika ia menginginkan tidak mengapa melakukan Sa’i haji setelah thawaf qudum. Dan mereka tetap dalam keadaan ihram sampai hari iedul Adha (saat selesai haji, yaitu setelah tahahul ).
Hari Tarwiyah dan Arafah (8 & 9 Dzulhijjah)
Jika telah datang hari Tarwiyah maka bagi yang Tamattuk berihram untuk haji, sedangkan yang Qiran dan Ifraad mereka sudah dalam keadaan ihram sejak sebelumnya. Hendaknya mereka berihram dari tempat mereka tinggal/singgah. Lalu keluar menuju Mina, afdholnya sebelum tergelincir matahari lalu shalat dhuhur dan yang lainnya dan bermabit disana sampai subuh.
Setelah matahari terbit (di hari ke 9 Dzulhijjah) maka berangkat dari Mina menuju Arafah. Seluruh padang Arafah adalah tempat wukuf. Jika telah tergelincir matahari maka shalat Dhuhur dan Ashar dengan cara qashar dan jama’ taqdim dengan sekali adzan dan dua iqamat. Setelah selesai shalat maka hendaknya menyibukkan diri dengan berdo’a dengan merendahkan diri kepada Allah. Hendaknya bagi seorang yang berhaji bersungguh-sungguh dalam berdo’a, merendahkan diri dan bertaubat kepada Allah di waktu dan tempat yang agung ini. Rasulullah bersabda, Sebaik-baik do’a adalah do’a di hari Arafah dan sebaik-baik yang saya ucapkan dan para nabi sebelumku disaat itu adalah laa ilaha illallah wahdah, laa syariikalah lahu hamdu walahul mulku wahuwa ‘ala kulli syai’in qadiir. Wukuf di Arafah adalah rukun haji, bahkan dia rukun yang paling utama, Rasulullah bersabda, Haji adalah Arafah.
Mabit di Muzdalifah dan Amalan di Hari Iedul Adha (10 Dzulhijjah)
Jika telah terbenam matahari di hari Arafah maka hendaknya bertolak ke Muzdalifah dengan tenang. Allah berfirman,
قال الله تعالى: { ثُمَّ أَفِيضُواْ مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ} [ الببقرة: 199]
Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah. sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [al Baqarah/2: 199]
Jika telah sampai Muzdalifah maka shalat Magrib dan Isya’ dengan mengqashar rekaat isya’ dengan satu adzan dan dua iqamat. Lalu mabit di Muzdalifah sampai waktu subuh. Mabit di Muzdalifah adalah salah satu dianara kewajiban haji. Jika telah terbit fajar maka shalat subuh di awal waktu lalu bertolak ke Mina sebelum matahari terbit. Bagi wanita dan orang-orang yang memiliki udzur boleh meninggalkan mabit di Muzdalifah.
Diperbolehkan mengambil kerikil untuk melempar jumrah saat perjalanan menuju mina, boleh juga mengambil saat di Mudzalifah atau di Mina. Jika sampai Mina maka langsung menuju Jumrah Aqabah (jumrah terakhir, yang dekat dengan Makah) dan melempar 7 kerikil. Setelah melempar jumrah Aqabah maka yang paling afdhol adalah menyembelih hadyu, hal tersebut jika wajib baginya hadyu Tamattuk atau Qiran (bagi yang Ifraad tidak wajib menyembelih hadyu). Setelah itu mencukur atau memendekkan rambut, dan mencukur afdhol. Adapun bagi wanita cukup memendekkan saja.
Lalu menuju Mekah dan mengerjakan thawaf Ifadhah. Lalu sa’i jika ia Tamattuk atau jika ia belum sa’i bagi yang Qiran maupun Ifraad. Menertipkan hal yang empat ini (Melempar jumrah Aqabah-menyembelih hadyu-bercukur/memendekkan rambut-thawaf dan sa’i) adalah sunnah, karena hal itu yang dikerjakan Rasulullahshalallahu ‘alaihi wassalam. Namun jika tidak urut tidak mengapa karena Rasulullah bersabda, Kerjakan dan tidak ada masalah.
Tahalul awal : Telah melakukan dua diantara amalan yang tiga (melempar jumrah, bercukur/memendekkan rambut, dan thawaf ifadhah). Tahalul Tsani (tahalul sempurna): jika telah melakukan tiga amalan tersebut. Jika telah bertahalul awal maka sudah halal apa yang menjadi larangan ihram kecuali hubungan suami istri. Jika telah tahalul tsani maka sempurna tahalul, dan telah halal semua larangan ihram.
Amalan di Hari Tasyrik (11,12, 13 Dzulhijjah)
Lalu kembali ke Mina dan bermabit disana, hal ini adalah wajib. Bermabit selama tiga hari (tanggal 11,12, dan 13), boleh juga hanya dua hari (tanggal 11 dan 12) berdasar QS al Baqarah/2: 203. Selama di Mina shalat dengan qashar tanpa jama’ untuk tiap-tiap shalat. Melempar tiga jumrah tiap hari setelah tergelincir matahari. Harus urut dalam melempar jumrah, yaitu Jumratul Ula (yang pertama, yang terdekat masjid Khaif) lalu Jumrah Wusta, lalu Kubra (Jumrah Aqabah). Jika tidak mampu melempar maka boleh diwakilkan.
Jika seorang yang berhaji ingin bersafar dari Mekah dan kembali ke tempat asalnya atau yang lainnya maka hendaknya melakukan thawaf Wada’. Hendaknya menjadikan thawaf Wada’ di akhir urusannya di Mekah. Berdasarkan perkataan Ibnu Abbas, Manusia diperintahkan menjadikan akhir urusannya (thawaf) di baitullah, kecuali bagi wanita haidh, maka diberi keringanan (untuk tidak thawaf).
Demikianlah uraian singkat tentang manasik haji. Hendaknya seorang muslim bersungguh-sungguh untuk meniru tatacara manasik yang telah diajarkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, karena beliau pernah bersabda, Dan hendaknya kalian mengambil dariku manasik kalian.
wallahua'lam bishawab, barakallahu fiik